Hujan turun deras malam itu di sebuah desa kecil di lereng bukit. Tanah yang sudah rapuh tak mampu lagi menahan derasnya air. Suara gemuruh terdengar seperti letusan, dan seketika tanah longsor menyapu perkampungan. Di tengah kepanikan itu, seorang anak perempuan berusia 10 tahun bernama Naya berhasil diselamatkan oleh relawan. Namun rumahnya hilang, kedua sahabatnya tak terselamatkan, dan sejak malam itu dunia tidak lagi sama.
Luka yang Tak Terlihat
Sekilas, Naya terlihat baik-baik saja. Ia duduk diam sambil memeluk boneka lusuh yang tersisa. Tapi setiap kali hujan turun, tubuhnya bergetar hebat. Ia menutup telinga, menangis tanpa suara, dan bersembunyi di sudut ruangan. Naya menolak tidur, mengalami mimpi buruk, dan cepat marah meski alasan sepele. Relawan psikososial menyadari bahwa Naya mengalami trauma pasca bencana, luka batin yang tak kalah serius dibanding luka fisik. Banyak anak korban bencana mengalami hal serupa: mereka kehilangan rasa aman, keluarga, dan ruang bermain yang dulu menjadi dunianya.
Tanda Tanda Trauma Serius pada Anak
Trauma berbeda pada setiap anak, tetapi beberapa gejala umum yang perlu diwaspadai antara lain :
Mudah kaget, terus ketakutan, atau panik ketika mendengar suara keras,
Mengalami mimpi buruk dan sulit tidur,
Menarik diri, tidak mau berbicara, atau tampak linglung,
Mudah marah atau agresif,
Kesulitan berkonsentrasi,
Mengeluh sakit fisik tanpa sebab jelas (pusing, sakit perut, mual),
Regresi (kembali ke perilaku lebih kecil, seperti ngompol atau minta ditimang).
Jika tidak ditangani trauma ini dapat berlanjut menjadi gangguan stres pascatrauma (PTSD) yang memengaruhi tumbuh kembang dan masa depan anak.
Cara Menangani Dampak Trauma pada Anak yang Harus Kalian Tahu
Berikan Rasa Aman dan Stabil
anak membutuhkan kepastian bahwa dirinya kini berada di tempat yang aman. Kehadiran orang dewasa yang menenangkan sangat penting :
Peluk anak jika ia mengizinkan.
Gunakan suara lembut dan penuh empati.
Hindari memaksa anak “untuk kuat” atau “berhenti menangis”.
Dengarkan Cerita Mereka
Biarkan anak mengekspresikan ketakutan, kesedihan, dan kemarahan.
Dengarkan tanpa menghakimi.
Jangan memaksa bercerita jika belum siap.
Validasi perasaan mereka: “Wajar kamu takut, semua orang juga merasa kaget waktu itu.”
Kembalikan Rutinitas
Anak butuh struktur untuk merasa aman.
Jadwalkan kegiatan rutin dari makan, bermain, belajar, tidur
Aktivitas permainan kreatif dan olahraga ringan membantu menyalurkan emosi.
Terapi Psikososial atau Konseling Profesional
Jika gejala tidak membaik dalam beberapa minggu atau semakin parah, penting untuk mencari bantuan psikolog/terapis. Mereka memiliki metode seperti :
Play therapy (terapi bermain).
Art therapy (menggambar untuk mengekspresikan trauma).
Trauma focused counseling.
Dukung Anak untuk Terhubung Kembali dengan Lingkungan
Peran komunitas sangat penting seperti :
Kegiatan bersama teman sebaya.
Sekolah darurat atau ruang ramah anak.
Dukungan spiritual sesuai keyakinan masing masing.
Harapan Baru
Setelah beberapa minggu dalam pendampingan, Naya mulai tersenyum kembali. Ia menggambar pelangi dan berkata pelan, “Aku ingin kembali sekolah.” Prosesnya tidak instan. Trauma tidak hilang dalam sehari, tetapi cinta, kesabaran, dan dukungan tepat dapat mengubah luka menjadi kekuatan.
Kesimpulan
Bencana dapat merenggut rumah dan harta, tetapi yang paling rapuh adalah jiwa anak anak yang mengalaminya. Mereka bukan hanya korban fisik, tetapi juga korban rasa takut, kehilangan, dan mimpi yang terhenti. Menangani trauma sejak dini adalah investasi untuk masa depan mereka. Karena setiap anak berhak tumbuh dengan rasa aman dan bahagia. Jika kamu atau lingkunganmu terdampak bencana, jangan pernah ragu mencari bantuan psikologis. Meminta pertolongan bukan tanda lemah, melainkan langkah pertama untuk sembuh.
Komentar
Posting Komentar