Mengabaikan emosi anak sejak kecil baik sengaja maupun tidak, dapat membawa dampak besar pada perkembangan psikologis mereka. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa kalimat seperti “Udah, jangan nangis”, “Cuma gitu aja kok sedih?”, atau membiarkan anak “mengatasi sendiri” perasaannya bisa membentuk pola bahwa emosi tidak penting untuk diproses. Jika dibiarkan terus-menerus, anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang kesulitan mengelola emosi, sering meledak, atau justru memendam hingga membenci dirinya sendiri. Agar kondisi ini tidak berlanjut hingga dewasa, berikut penjelasan lengkap serta solusi yang dapat dilakukan.
Mengapa Mengabaikan Emosi Anak Berbahaya?
Anak Tidak Belajar Mengenali Perasaan
jika sejak kecil anak sering diabaikan saat sedih, marah, takut, atau bingung, mereka tidak terbiasa memahami apa yang dirasakan. Akibatnya, saat besar mereka kesulitan menjelaskan emosi—misalnya hanya tahu “kesal” tapi tidak tahu penyebabnya.
Muncul Ledakan Emosi Mendadak
anak yang emosinya tak divalidasi sering menumpuk perasaan. Saat sudah tidak sanggup, emosi bisa meledak tiba-tiba, terlihat “rewel”, tantrum, mudah marah, atau mengamuk tanpa sebab yang jelas.
Merasa Tidak Layak Dicintai
ketika perasaannya diabaikan, anak bisa menarik kesimpulan bahwa dirinya tidak penting. Ini berisiko memunculkan self-loathing, rendah diri, dan kesulitan percaya pada orang lain.
Meniru Pola Emosi Orang tua
jika anak belajar bahwa emosi tidak boleh ditunjukkan, ia bisa tumbuh menjadi individu yang dingin, tidak ekspresif, atau justru sangat reaktif terhadap hal kecil.
Solusinya Berhati hati Langkah Untuk Menangani Anak yang Emosinya Sering Diabaikan
Validasi Emosi Anak, Sekecil Apa Pun
validasi bukan berarti membenarkan perilaku, tetapi memastikan anak merasa didengar. Misalkan dengan kalimat :
“Kamu kelihatan marah, ya? Tidak apa-apa merasa begitu",
“Ibu dan Ayah dengar kamu sedih. Ceritakan perlahan, ya".
Ini membuat anak merasa aman untuk mengekspresikan diri.
Ajarkan Nama dan Jenis Emosi
jika anak tidak tahu apa yang ia rasakan, bantu dengan kata kata sederhana :
Sedih,
Kesal,
Takut,
Kecewa,
Senang,
Bingung.
Gunakan kalimat misalkan :
“Kamu marah karena mainannya diambil, benar?” Emosi yang diberi nama menjadi lebih mudah diatur.
Dampingi, Jangan Dinyalakan
ketika anak sedang temperamental atau emosional, hindari membentak atau memarahi balik. Itu hanya membuat anak semakin merasa tidak aman. Dengan melakukan:
Tunggu sampai anak sedikit tenang,
Tetap berada di dekatnya,
Bicara dengan nada lembut.
Tujuannya agar anak belajar bahwa emosi tidak berbahaya dan bisa dikelola.
Gunakan Teknik “Pause and Breathe”
latih anak berhenti sejenak saat emosi memuncak :
Tarik napas 3 detik,
Tahan 1 detik,
Buang perlahan.
Awalnya mungkin sulit, tapi jika dijadikan kebiasaan, ini sangat membantu anak meredakan amarah.
Buat Rutinitas “Waktu Bicara Perasaan”
luangkan 5 atau 10 menit sehari untuk bertanya :
“Hari ini apa yang buat kamu senang?”,
“Apa yang membuat kamu kesal?”,
“Apa yang kamu butuhkan dari Ibu dan Ayah?”
Rutinitas ini membuat anak terbiasa memproses emosi.
Hindari Kalimat yang Mengabaikan Emosi
misalkan kalimat :
“Udah jangan lebay",
“Cuma gitu aja, masa nangis?”,
“Diam, jangan bikin malu".
ganti dengan kalimat :
“Ibu dan Ayah dengar kamu. Ceritakan perlahan",
“Kamu aman di sini".
Jika Sudah Terlanjur Berulang, Orangtua Bisa Memperbaiki
jangan khawatir anak masih bisa pulih. Intinya :
Akui jika dulu pernah mengabaikan,
Tunjukkan perubahan perilaku,
Berikan ruang dan waktu untuk anak menyesuaikan. Misalkan dengan kalimat “Maaf kalau dulu Ibu suka mengabaikan perasaanmu. Sekarang Ibu ingin lebih mendengarkan, ya". Ini sangat berpengaruh bagi penyembuhan emosi anak.
Konsultasi dengan Psikolog Jika Gejala Berat
pertimbangkan bantuan profesional jika anak :
sangat mudah marah,
tidak bisa mengendalikan emosi,
menarik diri ekstrem,
mengalami kecemasan berulang.
Psikolog anak dapat membantu dengan terapi emosi, bermain, atau konseling keluarga.
Kesimpulan
Anak yang tumbuh dengan emosi yang sering diabaikan cenderung mengalami kesulitan mengatur perasaan, rendah diri, hingga meledak secara tiba tiba. Kondisi ini bisa diperbaiki dengan langkah langkah yang benar dengan validasi, pendampingan, komunikasi, dan perubahan pola asuh yang lebih sensitif. Yang paling penting yaitu anak hanya membutuhkan rasa aman untuk menunjukkan dirinya, termasuk emosinya.
Komentar
Posting Komentar