Postingan Utama

Yang Pingin Sate Legendaris Malang Dan Kopi Jadulnya, Kami Rekomendasikan Kini Sudah Ada Di Jakarta Timur

  Di kawasan Jakarta Timur sekarang banyak warung sate yang bisa dibilang “legendaris”,  warung warung yang telah bertahan puluhan tahun dan tetap digemari banyak orang. Salah satu yang terkenal adalah Warung Sate Haji Giyo berdiri sejak 1985, dikenal dengan sate kambing besar, daging empuk, dan bumbu kecap manis pedas yang khas. Lalu ada Sate Kambing Haji Nawi (sejak 1982), dengan potongan sate kambing tebal dan juicy, serta tersedia juga sate ayam bercita rasa tradisional. Jangan lupa Sate Blora Cirebon  menawarkan sate kambing maupun ayam dengan bumbu gurih khas, dan pilihan menu tambahan seperti tongseng, gulai, sampai sop kambing. Sate sate dari warung warung ini menarik karena dagingnya empuk, potongannya tebal, dan cita rasa bumbunya kuat. Cocok bagi kamu yang rindu “sate jadul” ala warung tradisional. Kalau kamu sekarang di Jakarta Timur, tempat tempat ini layak banget buat jadi tujuan makan malam atau nongkrong bareng teman atau keluarga. Kopi Jadul dari Malang K...

Apakah Generasi Z Atau GenZ bisa Dibilang Generasi Strawberry "Benarkah mereka Rapuh?(Generasi Strawberry)"

 


Dalam beberapa tahun terakhir, istilah “Generasi Strawberry” sering muncul ketika membicarakan anak muda, terutama mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, atau yang biasa disebut Generasi Z (Gen Z). Julukan ini memicu perdebatan luas ada yang menganggapnya tepat, ada pula yang menilainya sebagai stereotip yang tidak adil.

Asal Usul Istilah “Generasi Strawberry”

istilah “Strawberry Generation” pertama kali populer di Taiwan pada tahun 1990an. Saat itu, media setempat menggunakan istilah ini untuk menggambarkan anak muda yang tampak menarik di luar, namun dianggap mudah rusak atau rapuh di dalam, layaknya buah stroberi.

Generasi ini dianggap tidak tahan tekanan, mudah tersinggung, serta kurang tangguh dibandingkan generasi sebelumnya yang tumbuh dalam masa penuh kesulitan ekonomi dan sosial.

Kenapa Gen Z Disebut Generasi Strawberry?

beberapa ahli sosiologi dan psikolog modern mencoba menjelaskan kenapa label ini juga melekat pada Gen Z, termasuk di Indonesia. Berikut beberapa alasan yang sering dikemukakan :

Tumbuh di Era Digital dan Kemudahan Akses

gen Z lahir di tengah kemajuan teknologi dan informasi. Segala sesuatu bisa diperoleh dengan cepat hiburan, informasi, hingga peluang kerja. Menurut psikolog kemudahan ini kadang membuat mereka kurang sabar menghadapi proses panjang dan lebih mudah frustrasi jika hasil tidak instan.

Sensitivitas Emosional yang Tinggi

banyak Gen Z lebih terbuka terhadap perasaan dan peka terhadap isu sosial seperti keadilan, lingkungan, serta kesehatan mental. Sebagian pihak melihat hal ini sebagai tanda “kelembekan”, padahal sejatinya itu menunjukkan kepedulian dan kesadaran emosional yang tinggi.

Tekanan Sosial Media

Media sosial menciptakan dunia penuh perbandingan. Banyak Gen Z merasa harus tampil sempurna di dunia maya, yang akhirnya bisa menimbulkan stres, kecemasan, dan krisis identitas. Ahli komunikasi menilai bahwa kondisi ini menjadikan sebagian Gen Z terlihat “rapuh”, tetapi sebenarnya mereka sedang beradaptasi dengan realitas digital yang kompleks.

Pandangan Lain Dari Gen Z Justru Adaptif dan Kreatif

tidak semua ahli setuju bahwa Gen Z pantas disebut “generasi stroberi”.

Menurut beberapa peneliti muda Universitas Indonesia justru gen Z lebih adaptif, kreatif, dan peduli terhadap nilai kemanusiaan. Mereka punya keberanian untuk menolak sistem lama yang dianggap tidak relevan dan mencari makna baru dalam hidup dan pekerjaan. Mereka juga dikenal cepat belajar, melek teknologi, dan berani bersuara tentang isu yang tabu bagi generasi sebelumnya, seperti kesehatan mental dan kesetaraan gender.

Kesimpulan

Label “Generasi Strawberry” mungkin menggambarkan sebagian kecil perilaku Gen Z, tetapi tidak mencerminkan keseluruhan generasi.

Jika dilihat lebih objektif, Gen Z bukanlah generasi yang rapuh, melainkan generasi yang sedang mencari keseimbangan antara empati, identitas, dan tantangan dunia modern. Mereka bukan sekadar “stroberi” yang lembek, melainkan tanaman baru yang tumbuh di tanah digital, dengan cara bertahan dan berkembang yang berbeda dari generasi sebelumnya.


Komentar