Postingan Utama

Yang Pingin Sate Legendaris Malang Dan Kopi Jadulnya, Kami Rekomendasikan Kini Sudah Ada Di Jakarta Timur

  Di kawasan Jakarta Timur sekarang banyak warung sate yang bisa dibilang “legendaris”,  warung warung yang telah bertahan puluhan tahun dan tetap digemari banyak orang. Salah satu yang terkenal adalah Warung Sate Haji Giyo berdiri sejak 1985, dikenal dengan sate kambing besar, daging empuk, dan bumbu kecap manis pedas yang khas. Lalu ada Sate Kambing Haji Nawi (sejak 1982), dengan potongan sate kambing tebal dan juicy, serta tersedia juga sate ayam bercita rasa tradisional. Jangan lupa Sate Blora Cirebon  menawarkan sate kambing maupun ayam dengan bumbu gurih khas, dan pilihan menu tambahan seperti tongseng, gulai, sampai sop kambing. Sate sate dari warung warung ini menarik karena dagingnya empuk, potongannya tebal, dan cita rasa bumbunya kuat. Cocok bagi kamu yang rindu “sate jadul” ala warung tradisional. Kalau kamu sekarang di Jakarta Timur, tempat tempat ini layak banget buat jadi tujuan makan malam atau nongkrong bareng teman atau keluarga. Kopi Jadul dari Malang K...

Kisah Petani Garam "Bertahan Di Teriknya Musim Kemarau"

 


Di sebuah desa pesisir di Madura, hiduplah seorang petani garam bernama Pak Hasan. Sejak muda, ia telah akrab dengan panasnya matahari, asin angin laut, dan kerasnya kehidupan sebagai petani garam. Bagi sebagian orang, musim kemarau berarti kekeringan dan kesulitan air. Namun bagi Pak Hasan, kemarau justru menjadi musim harapan. Waktu di mana butiran garam putih bisa lahir dari keringat dan kesabaran.

Setiap pagi sebelum matahari sepenuhnya naik, Pak Hasan sudah berjalan menuju tambak garamnya. Dengan cangkul di tangan dan topi anyaman menutupi wajah, ia mulai meratakan tanah tambak, memastikan tidak ada genangan air yang tersisa. Ia tahu, sedikit saja air hujan atau kelembapan berlebih, garam tidak akan mengkristal dengan sempurna.

“Musim ini panjang sekali kemaraunya,” katanya suatu sore. “Tapi panasnya pun tak bisa diprediksi. Kadang terlalu terik sampai tanah retak, kadang malah berangin kencang, membuat garam beterbangan.”

Pak Hasan tidak menyerah. Ia menutup sebagian tambaknya dengan plastik bening, cara baru yang ia pelajari dari kelompok tani garam di desa sebelah. Metode itu membuat penguapan air lebih cepat dan garam lebih bersih. Awalnya ia ragu, tapi ketika hasil panen pertamanya datang, ia tersenyum lega. Butiran garamnya lebih putih dan harganya di pasar pun lebih tinggi.

Musim kemarau yang panjang sering kali menguji keteguhan hatinya. Air untuk keperluan rumah tangga menjadi langka, dan hasil panen garam tidak selalu stabil. Namun bagi Pak Hasan, kerja keras di bawah terik matahari adalah bentuk cinta kepada tanah kelahirannya.

“Kalau kita sabar, laut tak pernah ingkar janji,” ucapnya pelan. “Selama matahari masih bersinar, garam akan tetap lahir”.

tambak garam Pak Hasan menjadi contoh bagi petani lain di desanya. Ia membuktikan bahwa ketekunan dan kemauan untuk belajar bisa mengubah nasib, bahkan di tengah musim kemarau yang keras sekalipun.

Dari tangannya yang kasar dan kulit yang legam terbakar matahari, lahirlah butiran garam, simbol keteguhan, kesederhanaan, dan harapan dari seorang petani yang tak pernah menyerah pada alam.

Komentar