Postingan Utama

Yang Pingin Sate Legendaris Malang Dan Kopi Jadulnya, Kami Rekomendasikan Kini Sudah Ada Di Jakarta Timur

  Di kawasan Jakarta Timur sekarang banyak warung sate yang bisa dibilang “legendaris”,  warung warung yang telah bertahan puluhan tahun dan tetap digemari banyak orang. Salah satu yang terkenal adalah Warung Sate Haji Giyo berdiri sejak 1985, dikenal dengan sate kambing besar, daging empuk, dan bumbu kecap manis pedas yang khas. Lalu ada Sate Kambing Haji Nawi (sejak 1982), dengan potongan sate kambing tebal dan juicy, serta tersedia juga sate ayam bercita rasa tradisional. Jangan lupa Sate Blora Cirebon  menawarkan sate kambing maupun ayam dengan bumbu gurih khas, dan pilihan menu tambahan seperti tongseng, gulai, sampai sop kambing. Sate sate dari warung warung ini menarik karena dagingnya empuk, potongannya tebal, dan cita rasa bumbunya kuat. Cocok bagi kamu yang rindu “sate jadul” ala warung tradisional. Kalau kamu sekarang di Jakarta Timur, tempat tempat ini layak banget buat jadi tujuan makan malam atau nongkrong bareng teman atau keluarga. Kopi Jadul dari Malang K...

Sepotong kisah naratif Menyimpan Historis Dalam Sejarah " Kisah di Balik Kemajuan Penjajahan Inggris Lebih Maju, Daripada Di Masa Penjajahan Belanda "

 


Pada awal abad ke 17, dua bangsa Eropa sama-sama menapakkan kaki mereka di Timur. Belanda dan Inggris, Keduanya berangkat dengan tujuan yang serupa, menguasai jalur perdagangan rempah, emas, dan hasil bumi dari dunia timur untuk kemakmuran negeri mereka.  dalam lintasan sejarah, Inggris ternyata mampu melangkah lebih maju dibandingkan Belanda dalam hal pengaruh, penguasaan, bahkan warisan kolonialnya.

Kisah ini tidak hanya soal siapa yang lebih kuat di medan perang atau lebih lihai di meja perundingan, melainkan juga soal visi dan cara mereka menata daerah jajahannya.

Belanda (Rempah sebagai Harta, Rakyat sebagai Beban)

VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) berdiri pada 1602 dengan monopoli perdagangan rempah di Asia. Orientasi Belanda sederhana: mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Maka, rakyat jajahan dijadikan alat produksi. Sistem tanam paksa, monopoli perdagangan, hingga kerja rodi menjadi wajah kelam penjajahan Belanda di Nusantara.

Belanda membangun benteng, gudang, dan pelabuhan, tetapi sebagian besar untuk kepentingan militer dan dagang mereka. Pembangunan yang bermanfaat luas bagi masyarakat jajahan nyaris minim. Bahkan, pendidikan hanya terbatas pada kalangan tertentu demi melahirkan pegawai rendah yang membantu jalannya administrasi kolonial.

Inggris (Kolonisasi dengan Sentuhan Sistem)

Inggris datang belakangan, tetapi cara mereka mengelola wilayah jajahan berbeda. Di India misalnya, East India Company bukan hanya menguasai perdagangan, tetapi juga menata administrasi, sistem hukum, dan infrastruktur. Jalan raya, rel kereta api, serta pelabuhan besar dibangun bukan semata untuk Inggris, tetapi kelak menjadi fondasi modernisasi di India.

Selain itu, Inggris memberi ruang pada lapisan elite pribumi untuk mengenyam pendidikan Barat. Lahirnya tokoh-tokoh terpelajar India yang kemudian menjadi motor gerakan kemerdekaan tak lepas dari kebijakan ini. Sistem hukum Inggris yang tertulis, walau berpihak pada kolonial, tetap meninggalkan kerangka yang kelak dipakai dalam tata hukum modern di bekas jajahannya.

Sebuah Perbandingan yang Kontras

Jika Belanda menutup rapat peluang rakyat jajahan untuk berkembang, Inggris justru “menyisakan celah”. Celah inilah yang memungkinkan daerah jajahan Inggris berkembang lebih cepat setelah merdeka. India, Singapura, hingga Malaysia, meski sama-sama pernah menderita di bawah kolonialisme, berhasil memanfaatkan peninggalan sistemik itu sebagai pijakan modernisasi.

Sebaliknya nusantara yang lama dijajah Belanda harus memulai banyak hal dari nol setelah merdeka. Infrastruktur terbatas, pendidikan sangat sempit, dan kesenjangan sosial begitu lebar. Semua ini adalah warisan dari pola penjajahan yang lebih menindas dan tertutup.

Sepotong Refleksi

Kisah ini menyimpan ironi. Inggris dan Belanda sama-sama menjajah demi keuntungan bangsanya, tetapi pendekatan mereka melahirkan dampak yang berbeda pada bangsa terjajah. Inggris, dengan segala kekejamannya, tanpa sengaja meninggalkan “benih” pembangunan. Belanda, dengan monopoli ketatnya, justru meninggalkan lahan gersang yang butuh kerja keras luar biasa untuk dipulihkan.

Dari sepenggal cerita ini, kita bisa memahami mengapa bekas jajahan Inggris seperti India dan Singapura melesat lebih cepat dibanding Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Sejarah memberi pelajaran bahwa cara sebuah bangsa dikelola akan sangat menentukan masa depannya, bahkan ketika penjajahan telah lama berakhir.

Komentar