Postingan Utama

Yang Pingin Sate Legendaris Malang Dan Kopi Jadulnya, Kami Rekomendasikan Kini Sudah Ada Di Jakarta Timur

  Di kawasan Jakarta Timur sekarang banyak warung sate yang bisa dibilang “legendaris”,  warung warung yang telah bertahan puluhan tahun dan tetap digemari banyak orang. Salah satu yang terkenal adalah Warung Sate Haji Giyo berdiri sejak 1985, dikenal dengan sate kambing besar, daging empuk, dan bumbu kecap manis pedas yang khas. Lalu ada Sate Kambing Haji Nawi (sejak 1982), dengan potongan sate kambing tebal dan juicy, serta tersedia juga sate ayam bercita rasa tradisional. Jangan lupa Sate Blora Cirebon  menawarkan sate kambing maupun ayam dengan bumbu gurih khas, dan pilihan menu tambahan seperti tongseng, gulai, sampai sop kambing. Sate sate dari warung warung ini menarik karena dagingnya empuk, potongannya tebal, dan cita rasa bumbunya kuat. Cocok bagi kamu yang rindu “sate jadul” ala warung tradisional. Kalau kamu sekarang di Jakarta Timur, tempat tempat ini layak banget buat jadi tujuan makan malam atau nongkrong bareng teman atau keluarga. Kopi Jadul dari Malang K...

Kisah Yang Bisa Kita Ambil Hikmah Dari " Buruh Jahit Lepas Ditagih Rp 2,8 Miliar Gara Gara NIK Disalahgunakan "



Ini Kisahnya :

Ismanto, 43 tahun, tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya karena sederet angka di KTP. Pria asal Klaten, Jawa Tengah, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh jahit rumahan itu, mendadak didatangi surat tagihan dari sebuah bank swasta, Angkanya membuat lututnya lemas Rp 2,8 miliar.

Apa Apaan ini? Saya bahkan beli motor saja masih kredit,” ujar Ismanto sambil memperlihatkan surat itu, matanya berkaca-kaca.

Bertahun-tahun ia hidup sederhana. Penghasilannya dari menjahit baju pesanan tetangga hanya cukup untuk menghidupi istri dan dua anaknya. Namun kini, ia justru disebut sebagai pemilik utang miliaran rupiah untuk pinjaman bisnis yang tak pernah ia ajukan.

Setelah mencari tahu, terungkap bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik Ismanto diduga telah disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab. Pinjaman itu dicairkan oleh orang lain, namun atas namanya.

Saya tidak pernah tanda tangan, tidak pernah foto, apalagi ke bank. Tahu-tahu saya jadi penanggung utang,” keluhnya.

Ismanto pun melapor ke kepolisian dan Dinas Kependudukan setempat. Proses hukum masih berjalan, namun tagihan dan telepon dari pihak penagih terus berdatangan. Bahkan, rumah kontrakannya pernah didatangi debt collector.

Kasus Ismanto hanyalah satu dari banyak cerita serupa yang terjadi di Indonesia. Lemahnya perlindungan data pribadi membuat masyarakat kecil seperti dirinya menjadi korban. Ironisnya, meski jelas ada indikasi pemalsuan, sistem penagihan tetap menganggapnya sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Kalau saya harus bayar, artinya saya harus menjahit sampai mati,” ucap Ismanto lirih.

Hingga kini, ia masih berjuang membersihkan namanya. Sementara itu, setiap kali suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya, ia selalu waspada, khawatir itu adalah penagih yang datang lagi.

Kalau mau, saya bisa buatkan versi yang lebih panjang dan dramatis, termasuk dialog, suasana kampung, dan latar belakang kehidupannya supaya pembaca lebih terhanyut.

Komentar