Postingan Utama

Yang Pingin Sate Legendaris Malang Dan Kopi Jadulnya, Kami Rekomendasikan Kini Sudah Ada Di Jakarta Timur

  Di kawasan Jakarta Timur sekarang banyak warung sate yang bisa dibilang “legendaris”,  warung warung yang telah bertahan puluhan tahun dan tetap digemari banyak orang. Salah satu yang terkenal adalah Warung Sate Haji Giyo berdiri sejak 1985, dikenal dengan sate kambing besar, daging empuk, dan bumbu kecap manis pedas yang khas. Lalu ada Sate Kambing Haji Nawi (sejak 1982), dengan potongan sate kambing tebal dan juicy, serta tersedia juga sate ayam bercita rasa tradisional. Jangan lupa Sate Blora Cirebon  menawarkan sate kambing maupun ayam dengan bumbu gurih khas, dan pilihan menu tambahan seperti tongseng, gulai, sampai sop kambing. Sate sate dari warung warung ini menarik karena dagingnya empuk, potongannya tebal, dan cita rasa bumbunya kuat. Cocok bagi kamu yang rindu “sate jadul” ala warung tradisional. Kalau kamu sekarang di Jakarta Timur, tempat tempat ini layak banget buat jadi tujuan makan malam atau nongkrong bareng teman atau keluarga. Kopi Jadul dari Malang K...

Sosok Inspiratif Dari "Kisah Perjuangan Pustakawan Yang Rela Jauh Dari Keluarga Demi Buku"

 


Di sebuah kota kecil di ujung timur negeri, ada seorang pustakawan bernama Rahma. Sejak kecil ia sudah jatuh cinta pada buku. Baginya, buku bukan sekadar lembaran kertas, melainkan jendela yang membawanya mengenal dunia, meski ia lahir di kampung sederhana.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di perpustakaan dan informasi, Rahma mendapat tawaran pekerjaan sebagai pustakawan di sebuah daerah pelosok. Tempat itu jauh dari kampung halamannya, bahkan membutuhkan dua kali perjalanan bus dan satu kali menyeberang laut. Saat itu, hatinya bimbang: ia harus meninggalkan orang tua yang sudah menua dan adik-adiknya yang masih membutuhkan perhatian. Namun, di sisi lain, ia sadar bahwa kesempatan itu adalah jalan untuk mengabdikan diri dan mewujudkan cita-citanya.

Dengan doa orang tua, Rahma berangkat. Hidup di tanah baru tidaklah mudah. Ia harus menyesuaikan diri dengan budaya yang berbeda, jauh dari hiruk pikuk kota, dan sering menahan rindu yang mencekik di malam hari. Tidak jarang, ia menangis diam-diam ketika melihat foto keluarganya.

Namun semangatnya selalu kembali ketika melihat wajah anak-anak di perpustakaan. Setiap hari, Rahma menyusun buku, mengajarkan cara membaca, bahkan membuat kegiatan dongeng sederhana agar anak-anak mau datang. Bagi banyak anak di sana, buku adalah hal asing. Perlahan, kehadirannya mengubah suasana: perpustakaan yang dulu sepi kini mulai ramai dengan tawa, rasa ingin tahu, dan mimpi-mimpi baru.

"Kalau tidak ada Kak Rahma, mungkin saya tidak akan tahu cerita-cerita dunia," ujar seorang anak dengan polosnya. Kalimat itu membuat semua letih Rahma terbayar lunas.

Perjuangan seorang pustakawan bukan hanya soal menjaga buku, tapi juga menjaga harapan. Meski jauh dari keluarga, Rahma menemukan "keluarga baru" di mata para pembaca kecil yang haus ilmu. Ia percaya, suatu hari nanti, anak-anak itu akan tumbuh menjadi orang-orang yang membawa perubahan, dan buku akan menjadi bagian dari perjalanan mereka.

Bagi Rahma, rindu memang berat. Namun, pengabdian dan cinta pada ilmu membuatnya kuat. Karena menjadi pustakawan bukan hanya pekerjaan, melainkan panggilan hati: mengabdi untuk pengetahuan, meski harus mengorbankan jarak dan kenyamanan.

Komentar