Kasus jual beli dan manipulasi pembagian kuota haji tengah menjadi sorotan publik dan penegak hukum. Dugaan praktik korupsi di Kementerian Agama (Kemenag) terkait kuota haji tahun 2023 sampai 2024 kini dalam tahap penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Latar Belakang
Kuota Tambahan dari Arab Saudi
Tahun 2024, Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebanyak 20.000 orang.
Ketentuan undang undang
Undang-undang No. 8 Tahun 2019 mengatur bahwa pembagian kuota haji reguler dan khusus adalah 92% reguler dan 8%.
Perubahan Proporsi via SK Menteri
Namun SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 menetapkan bahwa dari tambahan 20.000 kuota, dibagi 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus sehingga menjadi pembagian 50:50.
Dugaan Praktik Bisnis Kuota
Beberapa praktik yang menjadi sorotan :
Penawaran “kuota percepatan”
Oknum di Kemenag menawarkan kepada calon jemaah agar memakai kuota haji khusus dengan janji berangkat lebih cepat, namun dengan syarat membayar uang percepatan. Misalnya dalam satu kasus disebut sebesar US$2.400 per kuota.
Harga jual kuota tinggi
Dari penyelidikan, ditemukan bahwa kuota haji khusus dijual pada kisaran Rp 300 sampai 400 juta per orang.
Travel dan biro perjalanan ikut dalam alur
Ada travel atau travel agent yang diduga mendapat alokasi besar dari kuota tambahan dan menjadi pihak yang memfasilitasi calon jemaah untuk menggunakan kuota khusus atau
percepatan.
Tindakan Penegakan Dan Penyidikan
KPK sudah membuka penyidikan resmi kasus kuota haji sejak 9 Agustus 2025,
Diperkirakan kerugian negara awal mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
KPK juga menelusuri sosok “penyimpan uang” alias juru simpan dana dari dugaan korupsi tersebut.Antara News Sulteng
Beberapa pihak telah diperiksa juga pejabat di Kemenag, travel agent, bahkan tokoh publik seperti Ustaz Khalid Basalamah yang mengaku sebagai salah satu pihak yang ditawarkan kuota khusus dengan “uang percepatan”.
Isu Utama Dan Dampak
Legalitas dan regulasi
Perubahan pembagian kuota yang bertentangan dengan undang-undang menjadi sorotan hukum. Apakah SK Menteri bisa membenarkan pembalikan proporsi dari 92:8 menjadi 50:50.
Kepercayaan publik
Banyak calon jemaah dan masyarakat yang merasakan ketidakadilan dan dilema: mengikuti alur reguler dan menunggu bertahun-tahun, atau tergoda dengan tawaran “jalan pintas” melalui kuota khusus/percepatan yang diduga mahal dan tidak transparan.
Integritas birokrasi
Praktik oknum yang menawarkan kuota khusus dengan “uang percepatan”, kemungkinan adanya aliran dana ke pejabat, travel atau travel agent yang memfasilitasi, semua ini menunjukkan potensi korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
Tantangan Dan Pertanyaan
Siapa tersangka sebenarnya?
Meskipun KPK akan segera menetapkan tersangka, hingga saat ini belum ada nama resmi yang diumumkan sebagai pelaku utama.
Bagaimana dengan calon jemaah?
Mereka yang sudah membayar “uang percepatan” mengalami kebingungan beberapa dikembalikan uangnya, beberapa merasa menjadi korban.
Kapan bisa diselesaikan dan bagaimana pemulihannya?
Kesimpulan
Ajang bisnis kuota haji yang viral bukan sekadar isu administratif atau birokrasi, melainkan masalah besar dalam tata kelola negara: regulasi, transparansi, integritas pejabat publik, keadilan bagi jemaah haji, dan potensi kerugian finansial yang tidak sedikit. Kasus ini sedang bergulir di KPK dan menjadi perhatian publik luas.
Komentar
Posting Komentar