Tita Delima tidak pernah menyangka, langkah kecilnya untuk berhenti kerja justru membawanya ke dalam pusaran masalah besar. Dari gaji harian hanya 20 ribu rupiah, kini ia harus menghadapi gugatan dari mantan tempat kerjanya sebesar Rp120 juta.
Awal Kisah Demi Bertahan Hidup
Tita adalah perempuan berusia 28 tahun asal Jawa Barat, bekerja di sebuah perusahaan manufaktur kecil di pinggiran kota. Ia diterima sebagai pekerja lepas dengan sistem harian, tanpa kontrak resmi. Gajinya? Hanya Rp. 20.000 per hari, tanpa tunjangan, tanpa jaminan "Awalnya saya terima saja, karena susah cari kerja waktu itu,” ujar Tita. selama bekerja, Tita mengaku sering lembur, bahkan disuruh melakukan pekerjaan di luar deskripsi awal. Namun, ia bertahan karena sangat membutuhkan uang untuk membantu orang tua dan adiknya yang masih sekolah.
Keputusan Keluar yang Berujung Masalah
Setelah enam bulan bekerja, kondisi Tita makin tertekan. Gaji sering telat, komunikasi dengan atasan pun memburuk. Puncaknya, ia memutuskan berhenti karena merasa tidak dihargai sebagai pekerja. namun, dua minggu setelah keluar, Tita menerima surat panggilan dari pengadilan. Ia digugat oleh mantan perusahaannya atas tuduhan membocorkan rahasia perusahaan dan melanggar kesepakatan kerja. Nilai gugatan: Rp. 120.000.000. "apa yang mau saya bocorkan? Saya bahkan tidak pernah tanda tangan kontrak,” kata Tita sambil menangis.
Tidak Punya Kuasa Hukum
Tita tidak punya pengacara. Ia hanya dibantu oleh teman-teman dan organisasi buruh lokal yang merasa kasus ini tidak masuk akal. Menurut mereka, perusahaan hanya ingin menakut-nakuti agar mantan pekerja tidak berani bersuara tentang perlakuan tidak adil di tempat kerja. organisasi buruh itu menemukan bahwa tidak ada dokumen resmi yang menunjukkan Tita pernah menandatangani perjanjian non-disclosure (rahasia perusahaan), apalagi kontrak kerja yang bisa menjadi dasar gugatan.
Reaksi Publik dan Media
Kisah Tita viral di media sosial setelah seorang aktivis mengunggah cerita ini di akun X (Twitter). Ribuan komentar simpati membanjiri unggahan tersebut. Banyak yang mempertanyakan bagaimana seseorang dengan gaji harian Rp. 20.000 bisa sampai digugat ratusan juta.
“Ini jelas bentuk ketimpangan kekuasaan,” tulis salah satu komentar.
Akhir yang Masih Menggantung
Hingga kini, proses hukum masih berjalan. Tita tetap datang ke persidangan, walau harus pinjam ongkos. Ia berharap keadilan akan berpihak padanya, dan tidak ada lagi pekerja kecil yang dipermainkan oleh sistem. “Saya cuma ingin kerja dengan layak. Salah saya apa?” ujarnya lirih.
Penutup :
Kisah Tita Delima adalah potret nyata bagaimana ketimpangan dalam dunia kerja bisa menyudutkan mereka yang paling lemah. Semoga kasus ini membuka mata banyak pihak, bahwa keadilan tidak boleh hanya berpihak pada mereka yang berduit dan berkuasa.
Komentar
Posting Komentar