Evakuasi dan penanganan jenazah Juliana Marins, turis asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani, kini telah memasuki fase investigasi dan evaluasi pasca-rescue. Berikut perkembangan utamanya:
1. Kronologi Singkat
Pada 21 Juni 2025, Juliana, berusia 26 tahun, terjatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter saat pendakian malam hari menuju puncak Gunung Rinjani, wilayah Cemara Nunggal, Lombok
Drone SAR pertama kali menemukan posisi Juliana pada kedalaman sekitar 300-500 meter, dan tim SAR mendengar panggilan darinya. Usaha evakuasi mulai dilakukan namun terhambat kondisi cuaca buruk, kabut tebal, medan curam, hingga longsoran
Pada 24 Juni, tim SAR dari Basarnas dan gabungan berhasil mencapai jenazahnya dan mengonfirmasi kematian
Jenazah dievakuasi selama lima jam pada 25 Juni, menggunakan alat vertikal sebab helikopter tidak dapat terbang akibat cuaca buruk
Setelah proses autopsi di Bali, jenazah diterbangkan ke Brasil pada 1 Juli dan dimakamkan di Rio de Janeiro pada 4 Juli.
2. Hambatan dalam Evakuasi
Komisi V DPR RI telah memanggil Basarnas untuk menjelaskan kendala pengambilan keputusan, terbatasnya sumber daya manusia, peralatan, anggaran (± Rp 1 triliun), serta cuaca buruk saat operasi.
Kepala TNGR (Balai Taman Nasional Rinjani), Yarman, membenarkan seluruh proses sesuai SOP dan menegaskan bahwa tim SAR telah bekerja maksimal, meski mengakui masih ada kemungkinan revisi prosedur.
3. Tanggapan Keluarga dan Brasil
Keluarga Marins mempertanyakan lambatnya respons meski awalnya Juliana tampak masih hidup. Mereka menolak hasil autopsi di Bali dan meminta dilakukan autopsi ulang di Brasil untuk memastikan waktu kematian.
Pemerintah Brasil, melalui DPU (Defesa Pública Federal) dan Kementerian Luar Negeri, membuka opsi membawa kasus ini ke forum internasional seperti Inter‑American Commission on Human Rights, jika ditemukan adanya kelalaian.
4. Respons dari Indonesia
Pemerintah dan TNGR membela proses SAR yang telah dijalankan sesuai standar nasional.
Menteri Sekretaris NTB, Lalu Mohammad Faozal, menyatakan standarnya telah dipenuhi. Namun, menurut dia, proses tersebut tetap perlu dievaluasi jika terbukti kurang memadai.
5. Dampak & Tindak Lanjut
Tragedi ini menyoroti risiko keselamatan di pendakian Rinjani yang populer, terutama saat cuaca ekstrem.
Basarnas dan pihak terkait tengah melakukan evaluasi SOP, menambah peralatan pencarian vertical rescue, serta memperkuat koordinasi dengan instansi bantuan asing.
DPR juga mendorong peningkatan finansial dan pelatihan SDM SAR agar lebih siap menghadapi kondisi ekstrem serupa di masa depan.
Kesimpulan
Evakuasi Juliana Marins telah selesai, namun sorotan kini beralih pada masalah prosedural dan akuntabilitas tanggap SAR. Mekanisme SOP, keterbatasan anggaran, dan tekanan diplomatik dari Brasil menjadi pusat perhatian pada fase penegakan hukum dan peninjauan SOP. Publik dan pihak berwenang berharap tragedi ini dapat memicu perbaikan sistem demi keselamatan para pendaki selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar