Informasi Dari Pemikiran Juga Tantangan Menghadapi Tidak Stabilnya Suatu Negara, Kami Punya Solusi " Dua Belas Solusi Menghadapi Situasi Politik dan Negara yang Tidak Stabil agar Tetap Waras"

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh sawah hijau dan hutan lebat, hiduplah sepasang kekasih bernama Arya dan Laila. Mereka tumbuh bersama sejak kecil, mengenal setiap sudut desa, setiap pohon, setiap aliran sungai yang mengalir tenang. Cinta mereka tumbuh dengan alami, seperti bunga yang mekar di musim semi.
Setiap sore, setelah pekerjaan di ladang selesai, Arya dan Laila selalu berjalan bersama ke ujung jalan desa, tempat mereka bisa melihat matahari terbenam di balik bukit. Senja adalah momen yang paling mereka tunggu, saat dunia tampak berwarna keemasan dan angin membawa harum padi yang siap panen.
“Aku ingin waktu berhenti di sini,” bisik Laila suatu sore, saat mereka duduk di bawah pohon beringin besar yang telah menjadi saksi cinta mereka. Arya menoleh, menatap wajah kekasihnya yang disinari cahaya lembut senja.
“Kalau bisa, aku juga ingin seperti itu,” jawab Arya sambil tersenyum, menggenggam erat tangan Laila. “Tapi waktu tak bisa berhenti, Lay. Kita hanya bisa menikmati setiap detik yang diberikan.”
Laila mengangguk, merasakan ketenangan yang selalu ia dapatkan dari Arya. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, tentang rumah kecil yang ingin mereka bangun di pinggir desa, tentang anak-anak yang akan bermain di bawah pohon beringin ini. Masa depan terasa begitu dekat, begitu mungkin, saat mereka bersama.
Namun, takdir kadang punya rencana lain. Beberapa hari kemudian, desa mereka dilanda hujan lebat yang tak kunjung reda. Sungai meluap, air bah merendam sawah dan rumah-rumah. Desa itu porak poranda, dan dalam bencana itu, Arya terkena penyakit yang membuat tubuhnya lemah.
Laila merawat Arya dengan segenap cinta yang ia miliki, tak pernah lelah, tak pernah mengeluh. Tapi keadaan Arya semakin memburuk. Pada suatu malam yang dingin, saat hujan turun dengan deras di luar, Arya menatap Laila dengan mata yang penuh cinta.
“Lay, jika waktuku sudah tiba, jangan menangis,” bisiknya. “Aku selalu bersamamu, di mana pun kamu berada.”
Laila tak kuasa menahan air mata, tapi ia tahu Arya tak ingin melihatnya bersedih. “Aku akan selalu ingat senja kita,” jawabnya, mencoba tersenyum di tengah tangis.
Malam itu, Arya pergi dengan tenang, meninggalkan Laila dengan kenangan tentang cinta mereka yang indah. Setelah pemakaman, Laila sering kembali ke ujung jalan, duduk di bawah pohon beringin, menatap matahari terbenam sendirian.
Meski hatinya perih, ia tahu Arya ada di sana, di setiap sinar matahari yang menghangatkan wajahnya, di setiap hembusan angin yang membawa harum padi. Cinta mereka tidak pernah hilang, hanya berubah bentuk, menjadi kenangan yang selalu hidup di dalam hati Laila.
Dan setiap kali matahari terbenam, Laila berbisik pada senja, “Aku selalu bersamamu, Arya, di mana pun kamu berada.”
Komentar
Posting Komentar